Seorang pemakai ‘Tongkat Kelelawar’ |
Untuk menentukan arah ataupun mencari mangsa di malam hari, kelelawar menggunakan suatu teknik yang dinamakan ekolokasi (dari istilah echolocation; echo: gema, suara terpantul, dan location: penentuan letak, tempat benda). Ekolokasi adalah penentuan letak keberadaan suatu benda dengan memanfaatkan gelombang suara yang terpantul dari benda tersebut. Perangkat yang ada pada tubuh kelelawar ini mirip prinsip kerja sonar dan radar dewasa ini. Tapi, sonar alami ini telah terpasang pada tubuh kelelawar sejak puluhan juta tahun yang lalu.
Suara yang dipancarkan kelelawar termasuk ke dalam kelas frekuensi ultrasonik dan tidak dapat didengar manusia. Gelombang suara yang terpantul – yang disebut echo atau gema – diterima oleh alat pengindera alami yang disebut tragus dan diteruskan ke otak untuk diterjemahkan menjadi citra lingkungan sekitarnya dalam benak kelelawar. Dengan kata lain kelelawar bergerak di alam nyata dengan panduan citra semu dalam pikirannya, yang sama persis dengan gambaran lingkungan sebenarnya. Dengan kemampuan ini kelelawar dapat terbang leluasa dalam kegelapan untuk mencari makan tanpa khawatir menabrak benda-benda lain.
Tongkat Kelelawar Si Buta
Perangkat ekolokasi pada kelelawar ini memberi ilham bagi sejumlah ilmuwan Inggris untuk merancang alat bantu elektronik bagi para tunanetra. Meski tampak seperti tongkat logam putih biasa yang umum dipakai tunanetra, namun alat baru ini punya kelebihan: memunculkan citra buatan (semu) dalam otak penggunanya tentang gambaran tiga dimensi lingkungan sekitarnya. Alat ini diproduksi oleh Sound Foresight Ltd., perusahaan yang didirikan pada 1998 dan pada mulanya hanyalah sebuah wahana tidak resmi untuk tukar pikiran antarpeneliti di Universitas Leeds, Inggris. Para peneliti di bidang biologi, elektronik dan ultrasonik ini saat itu mempunyai gagasan menggabungkan keahlian mereka di bidang ultrasonik dan pengetahuan tentang pencitraan di dalam otak. Mereka bermaksud membuat suatu alat yang nyata-nyata diperlukan oleh mereka yang penglihatannya terganggu. Meski kini dinamakan UltraCane (tongkat Ultra), namun awalnya alat ini dijuluki Batcane yang berarti tongkat kelelawar, sesuai dengan yang mengilhaminya. UltraCane menerapkan dua jenis teknologi:Logo Sound Foresight Ltd., perusahaan yang meluncurkan UltraCane |
UltraCane berawal dari cita-cita beberapa pakar dari Universitas Leeds, Inggris: Prof. Deborah Withington (tengah), ahli zoologi yang menekuni pengkajian tentang bagian otak yang bernama superior colliculus, organ yang bekerja di bawah sadar dan menerima informasi melalui tiga indera: penglihatan, pendengaran dan sentuhan; Dr. Dean Waters (kiri), yang menghabiskan banyak waktunya dengan kelelawar, mempelajari bagaimana kelelawar menggunakan ekolokasi tanpa indera penglihatan; dan Prof. Brian Hoyle (kanan), pakar elektronika. |
Adanya benda penghalang ini beserta jaraknya akan diberitahukan kepada pemakai melalui getaran tombol-tombol di bawah jari-jemari pemakai yang menggenggam alat ini. Semakin dekat jarak pemakai dengan benda tersebut, frekuensi getaran yang dirasakan semakin meningkat. Getaran yang dirasakan pada jari kemudian dikirim ke otak sehingga dapat diterjemahkan menjadi citra buatan tiga dimensi dalam benak pemakai. Dengan sedikit latihan, pemakai akan mendapatkan kemudahan dalam mengetahui keadaan sekitarnya dan meningkatkan keleluasaan pemakai dalam bergerak. Seperti kata Alexandra Bradstreet, seorang pemakai UltraCane, yang dilansir pada situs resmi Sound Foresight Ltd. (www.soundforesight.co.uk) :
“Saat menggunakan alat ini, orang-orang mengira saya sedang berpura-pura buta, karena saya dapat mengatakan pada mereka di mana letak benda-benda, kemudian mendekatinya, dan menemukan arah dengan baik di tempat yang berbeda tanpa banyak pertolongan dari orang lain. Terkadang saya takjub dengan diri saya sendiri.”
Pengguna UltraCane merasakan rintangan-rintangan di sekitar setelah gelombang yang dipancarkan UltraCane dipantulkan oleh aneka rintangan di sekeliling pemakai. Gelombang pantulan ini ditangkap kembali oleh UltraCane dan kemudian dirasakan oleh tangan pemakai yang menggenggamnya. Otak pemakai kemudian menerjemahkan apa yang dirasakan pada tangannya sebagai rintangan di sekelilingnya. |
“Alat ini adalah produk yang sangat kami banggakan, sebagian karena kebebasan yang akan diberikannya pada pemakai, dan sebagian karena sifat teknologi yang kami gunakan. Sisi yang benar-benar cerdas adalah meskipun alat ini menggunakan teknologi sangat canggih, pengguna tidak memerlukan pengetahuan teknis apa pun...”
Inovasi teknologi UltraCane telah meningkatkan kemampuan ruang gerak tunanetra maupun penderita ganggguan penglihatan yang pada tahun 2003 diperkirakan berjumlah 25 juta di negara maju. Sumbangsih yang besar ini, disamping keunggulan teknologi yang digunakannya, menyebabkan UltraCane banyak mendapat penghargaan. Di antaranya adalah Tomorrow's World Health Innovation Award, oleh NESTA (the National Endowment for Science, Technology & the Arts) pada tahun 2002, Design Application of the Year Award yang didukung oleh Sony untuk kategori industri elektronik Eropa pada tahun 2003, dan Smart Funding Innovation Award. Kelebihan UltraCane lain adalah bahwa para pengguna hanya perlu latihan sebentar agar dapat memanfaatkannya. Sektiar 73% pengguna merasa percaya diri menggunakan UltraCane meski hanya seminggu berlatih. Manfaat besar ini diamini oleh para profesional, seperti Alan Brooks:
UltraCane, perangkat canggih bagi tunanetra yang menirusistem ekolokasi kelelawar |
Sehebat-hebatnya UltraCane, masih belum mampu menandingi sang pemberi ilham, kelelawar. Kelelawar mampu menentukan seluruh informasi yang diperlukannya dengan cukup cermat tentang jenis, ukuran, bentuk, makhluk hidup atau benda mati pada jarak 5 meter. Hebatnya lagi, kelelawar mampu melakukannya sambil bermanuver di udara. Kemampuan ini tentunya tidak dapat dilakukan UltraCane sekalipun.
Tiga penghargaan yang diperoleh UltraCane |
0 comments:
Post a Comment